Nusantaratv.com-Dina Boluarte harus melepas jabatannya sebagai Presiden Peru. Dina resmi dimakzulkan melalui proses pemungutan suara di Kongres setelah berbagai fraksi politik lintas partai menyerukan penggulingannya hanya beberapa jam sebelumnya.
Di luar gedung Kongres, ratusan warga—kebanyakan anak muda—berkumpul sambil mengibarkan bendera Peru ketika pemungutan suara dilakukan untuk mencopot Boluarte, yang dikenal sebagai salah satu pemimpin paling tidak populer di dunia.
Para legislator dari berbagai partai sebelumnya telah memilih untuk memakzulkan Boluarte dengan alasan “ketidakmampuan moral”, dan memintanya hadir membela diri di depan Kongres malam itu juga. Namun, ia tidak datang, dan para anggota parlemen memiliki cukup suara untuk melanjutkan proses pemakzulan dengan cepat.
Presiden berusia 63 tahun itu memiliki tingkat dukungan publik yang sangat rendah—hanya antara 2% hingga 4%—setelah menghadapi tuduhan memperkaya diri secara ilegal serta bertanggung jawab atas tindakan represif berdarah terhadap demonstrasi yang mendukung pendahulunya. Ia membantah seluruh tuduhan tersebut.
Boluarte tidak memiliki wakil presiden, dan hingga kini belum jelas siapa yang akan menggantikannya. Kejatuhannya menambah daftar panjang pergantian kepemimpinan di negara Andes tersebut, yang telah memiliki enam presiden sejak 2018, dengan tiga mantan presiden saat ini mendekam di penjara.
Di sisi lain, massa juga terlihat berkumpul di depan Kedutaan Ekuador, sebagian menari dan merayakan dengan keyakinan bahwa Boluarte akan mencari suaka politik ke negara tetangga tersebut.
Pada Kamis malam sebelumnya, empat mosi pemakzulan yang diajukan untuk menggulingkan Boluarte masing-masing memperoleh dukungan antara 108 hingga 115 suara, lebih dari dua kali lipat dari 52 suara minimum yang dibutuhkan untuk melanjutkan pembahasan. Untuk memakzulkan presiden, dibutuhkan sedikitnya 87 suara.
Setelah itu, Kongres memutuskan untuk memanggil Boluarte agar hadir dan memberikan pembelaan diri pada pukul 11.30 malam waktu setempat (04.30 GMT). Namun, ia tidak muncul, dan sesaat setelah tengah malam, para anggota parlemen langsung melakukan pemungutan suara dan resmi memecatnya dari jabatan presiden.
Langkah ini menandai perubahan sikap yang signifikan, mengingat sebelumnya sejumlah mosi serupa untuk menyingkirkan Boluarte selalu gagal bahkan sebelum sampai ke tahap debat. Dorongan terbaru ini didukung pula oleh partai-partai sayap kanan yang selama ini justru menjadi pendukung Boluarte, termasuk Popular Renewal pimpinan Rafael Lopez dan Popular Force milik Keiko Fujimori. Kedua tokoh politik tersebut diperkirakan akan maju sebagai calon presiden pada pemilu April 2026.
“We cannot leave for tomorrow what we can do today. We must make a decision now,” ujar anggota Kongres Victor Cutipa kepada para legislator lain, menegaskan urgensi keputusan tersebut, dilansir dari Reuters.
Boluarte naik ke tampuk kekuasaan pada Desember 2022, setelah Presiden Pedro Castillo, di mana ia sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden, digulingkan dan ditangkap usai mencoba membubarkan Kongres.
Penggulingan Castillo kala itu memicu gelombang demonstrasi besar dan mematikan, terutama di komunitas pedesaan dan masyarakat adat di kawasan Andes. Kelompok hak asasi manusia menuduh pemerintahan Boluarte menggunakan kekerasan berlebihan dalam menekan aksi-aksi protes tersebut.
Selain itu, Boluarte juga terseret dalam skandal dugaan kekayaan tidak sah, termasuk kepemilikan aset dan jam tangan Rolex yang tidak dilaporkan. Pada Juli lalu, ia sempat memicu kontroversi tambahan setelah memutuskan untuk menggandakan gajinya sendiri.