Nusantaratv.com - Tes IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan intelektual kerap digunakan sebagai tolok ukur dalam menilai tingkat kecerdasan seseorang.
Meski tidak bisa menjadi satu-satunya acuan kesuksesan, skor IQ tetap menjadi indikator penting dalam melihat potensi intelektual seseorang dalam aspek berpikir, memahami, mengingat, hingga memecahkan masalah.
IQ merupakan skor yang menggambarkan tingkat kecerdasan seseorang dengan membandingkannya pada populasi umum.
Pengukuran ini biasanya dilakukan melalui tes psikologi yang ditangani oleh tenaga profesional bersertifikat.
Tingkatan IQ seseorang umumnya dibagi dalam tujuh kategori sebagai berikut:
- 69 ke bawah: Intellectual disability atau disabilitas intelektual, menunjukkan fungsi intelektual yang rendah.
- 70-79: Borderline, atau kondisi ambang batas fungsi intelektual.
- 80- 89: Low average, menunjukkan kecerdasan di bawah rata-rata.
- 90-109: Average, mencerminkan tingkat kecerdasan rata-rata dan dianggap sebagai kategori IQ normal.
- 110-119: High average, atau rata-rata tinggi.
- 120-129: Superior, menggambarkan kecerdasan di atas rata-rata.
- 130 ke atas: Very superior, menandakan seseorang dengan tingkat kecerdasan sangat tinggi atau jenius.
Beberapa aspek yang dinilai dalam tes IQ meliputi kemampuan berbahasa, logika matematika, daya ingat, kecepatan berpikir, pemrosesan visual, serta kemampuan penalaran.
Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Alfred Binet pada awal abad ke-20 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Charles Spearman, tes IQ telah menjadi salah satu alat ukur yang cukup banyak digunakan di dunia pendidikan dan psikologi hingga saat ini.
Di Indonesia, mayoritas anak-anak umumnya memiliki tingkat IQ dalam kategori rata-rata (90-109). Namun, terdapat juga anak-anak yang tergolong dalam kategori superior atau bahkan sangat superior.
Sebaliknya, tidak sedikit pula yang masuk ke dalam kategori di bawah rata-rata atau bahkan mengalami hambatan intelektual. Fokus pada anak-anak dengan kecerdasan superior menjadi penting dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan definisi dari Dictionary of Psychology karya J.P. Chaplin, individu dengan tingkat superior merupakan bagian dari 15 persen populasi dengan kemampuan intelektual yang lebih tinggi dari rata-rata.
Dalam skala Stanford-Binet, kategori ini berkisar pada IQ 120-129. Senada dengan itu, Sutratinah Tirtonegara (1982) mengungkapkan anak superior adalah mereka yang memiliki skor IQ 120-129, dengan kemampuan akademik yang menonjol.
Anak-anak dengan IQ superior umumnya memiliki karakteristik yang berbeda dari teman sebayanya. Mereka cenderung lebih aktif, cepat tanggap, dan menunjukkan rasa ingin tahu yang besar terhadap lingkungan sejak usia dini.
Kendati demikian, beberapa pengecualian tetap ada, misalnya anak superior yang mengalami perkembangan motorik yang lambat.
Pakar pendidikan, Vernon (1977), menyatakan meskipun perkembangan fisik dan motorik tidak selalu menjadi indikator utama keunggulan mental, anak-anak superior pada umumnya berada dalam batas normal pada aspek tersebut.
IQ bukan satu-satunya ukuran
Meskipun skor IQ bisa mencerminkan kemampuan intelektual seseorang, penting untuk dipahami bahwa kecerdasan bersifat kompleks dan multidimensi.
Kecerdasan emosional (EQ), keterampilan sosial, kreativitas, hingga ketekunan juga memainkan peran penting dalam kesuksesan seseorang di dunia nyata.
Oleh karena itu, hasil tes IQ sebaiknya dilihat sebagai salah satu dari berbagai alat bantu dalam memahami potensi seseorang, bukan sebagai satu-satunya ukuran mutlak.
(Sumber: Antara)