Nusantaratv.com - Presiden Donald Trump menyatakan Amerika Serikat (AS) akan mengenakan tarif sekitar 100 persen terhadap chip semikonduktor yang diimpor dari negara-negara yang tidak memproduksi chip di dalam negeri atau tidak memiliki rencana untuk melakukannya.
Trump mengatakan tarif tersebut akan berlaku untuk "semua chip dan semikonduktor yang masuk ke Amerika Serikat".
Namun, perusahaan yang telah berkomitmen untuk membangun fasilitas produksi di AS atau yang tengah dalam proses pembangunan akan dikecualikan.
"Jika suatu perusahaan mengklaim akan membangun pabrik di AS tapi tidak merealisasikannya, maka kami akan menagih tarif tersebut secara retroaktif. Anda tetap harus membayar, dan itu menjadi jaminannya," ujar Trump kepada wartawan di Ruang Oval pada Rabu (6/8/2025), seperti dilaporkan Reuters.
Meski begitu, pernyataan Trump belum merupakan pengumuman resmi, dan ia tidak memberikan rincian tambahan terkait kebijakan tarif ini.
Belum jelas berapa banyak chip yang akan terdampak, atau dari negara mana saja asalnya. Sementara itu, Taiwan menyatakan perusahaan raksasa pembuat chip TSMC telah dikecualikan dari kebijakan tarif tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Dewan Pembangunan Nasional Taiwan, Liu Chin-ching, pada Kamis (7/8/2025).
Dia menjelaskan, TSMC, sebagai eksportir utama Taiwan dan memiliki fasilitas produksi di AS, tidak termasuk dalam daftar yang dikenai tarif.
"Karena eksportir utama Taiwan adalah TSMC, yang memiliki pabrik di Amerika Serikat, TSMC dikecualikan," kata Liu Chin-ching dalam sebuah pengarahan di parlemen.
TSMC merupakan pemasok chip utama bagi banyak perusahaan teknologi besar di AS, termasuk Nvidia.
Karena itu, pelanggan utama TSMC diperkirakan tidak akan terkena dampak kenaikan biaya akibat tarif ini.
Nvidia sendiri sebelumnya telah mengumumkan rencana untuk berinvestasi ratusan miliar dolar dalam produksi chip dan elektronik di AS dalam empat tahun ke depan.
Namun, juru bicara Nvidia menolak berkomentar ketika dimintai tanggapan mengenai tarif 100 persen tersebut.
"Perusahaan besar dan kaya yang mampu membangun fasilitas di AS akan menjadi yang paling diuntungkan. Ini tentang siapa yang paling kuat yang akan bertahan," kata Brian Jacobsen, kepala ekonom di Annex Wealth Management.
Pada 2022, Kongres AS meluncurkan program subsidi senilai US$52,7 miliar untuk mendukung manufaktur dan riset semikonduktor.
Di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, Departemen Perdagangan berhasil menarik lima perusahaan semikonduktor besar untuk membangun pabrik di AS sebagai bagian dari program tersebut.
Meski begitu, produksi chip di AS masih tertinggal secara global. Pada tahun lalu, hanya sekitar 12 persen dari total chip dunia diproduksi di AS, turun jauh dari 40 persen pada 1990.
Penerapan tarif ini diyakini terutama akan menyasar China, yang saat ini masih bernegosiasi soal perjanjian dagang dengan Washington.
Chip buatan perusahaan seperti SMIC dan Huawei kemungkinan besar tidak akan dikecualikan dari kebijakan ini.
Kebanyakan chip dari perusahaan tersebut masuk ke pasar AS sebagai bagian dari perangkat yang dirakit di China.
Martin Chorzempa, peneliti senior di Peterson Institute for International Economics, mengatakan sebagian besar industri chip mungkin akan lolos dari tarif tersebut, mengingat besarnya investasi produksi chip di AS.
"Jika tarif hanya diterapkan pada chip tanpa menyasar komponen lain, dampaknya mungkin tidak akan terlalu besar," ungkapnya.
Sementara itu, negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Uni Eropa (UE) telah mencapai kesepakatan dagang dengan AS yang kemungkinan memberi mereka perlakuan khusus.
Uni Eropa, misalnya, telah menyetujui tarif tetap sebesar 15 persen untuk sebagian besar ekspornya, termasuk chip, mobil, dan produk farmasi.
Korea Selatan dan Jepang menyebut AS telah sepakat tidak akan mengenakan tarif lebih tinggi terhadap chip mereka dibandingkan negara lain, dan tarif sebesar 15 persen juga akan berlaku bagi mereka.